Apa jadinya charlie's angels tanpa kehadiran charlie?Bagaimana nasib tiga pembela kebenaran wanita tersebut ,yang konon dibentuk oleh mantan tentara di perang vietnam bernama charlie, tanpa komando dari charlie. Apakah mereka bakal bagai dangdut tanpa goyang atau bagai jakarta tanpa macet? Kita akan ketahui segera.
Tak lama lagi kita akan tahu bagaimana jadinya charlie's angels tanpa charlie. Apakah akan muncul film hollywood charlie's angels yang ketiga? Wah kalo yang itu saya juga kurang tahu kebanyakan tempe. Bukan itu maksud saya. Kita dapat mengetahui jawaban pertanyaan tersebut dengan melihat perkembangan dunia infotainment di Indonesia dewasa ini (Ketahuan nich masnya doyan juga nonton gossip :P ) Gosip mengenai perseteruan antara Tiga Diva dengan sang kreator Kang Erwin Gutawa.
Sedikit flashback ke belakang. Tiga Diva didirikan dengan konsep yang lahir dari Erwin Gutawa seorang arranger ulung dengan Dimas Jay Sutradara yang juga terkenal sebagai koreografer. Diawali saat Erwin Gutawa melihat prestasi dari tiga penyanyi papan atas yang mulai surut karena kelasnya ketinggian (konon tiga penyanyi tersebut memiliki honor tinggi dan ogah pentas di sembarang panggung misalnya panggung tujuh belasan or sunatan masal. Ya iyalah secara selebritis gitu loh.) Dan melihat pangsa yang lebih besar. Beliau berpikir kalau dikumpulkan tiga penyanyi wanita papan atas (atau lebih punya nilai jual jika disebut diva) dan dikemas dengan aksi panggung yang wah serta diiringi musisi pengiring sekelas arranger Erwin Gutawa pasti akan memberikan nilai jual yang sangat tinggi. Alhasil dari sebuah konser eksperimental maka meledaklah (lagi) ketiga nama para penyanyi wanita tersebut.
Seiring waktu berlalu (ciee gayanya udah kaya sastrawan bo) usaha dari kang erwin mulai membuahkan hasil. Nama tiga diva mulai dikenal luas. Job kelas atas mulai berdatangan. Sayang sebelum terlalu booming namanya, sebuah tragedi terjadi. Tiga wanita tersebut berinisiatif untuk mengadakan konser tanpa campur tangan sang kreator. Mereka menggandeng arranger dan koreografer lain dengan alasan penghematan (low profile high profit istilah anak sekarang). Hasilnya mungkin di sisi para penyanyi panggung tersebut adalah keuntungan yang berlebih karena mereka bisa mengatur langsung pendapatan yang masuk tanpa harus melalui sang arranger. Tapi di sisi sang arranger sekaligus kreator hal itu adalah duri dalam daging, musuh dalam selimut, udang dibalik bakwan (lho??? nek ini enak) dan istilah2 lain yang melambangkan sebuah pengkhianatan.
Sebuah pengkhianatan memang tidak seharusnya ditolerir. Merasa dikhianati Erwin Gutawa pun segera mengadakan konferensi pers. Meminta penjelasan dari para tiga diva dan meminta bayaran yang sepantasnya atas hak cipta atas brand dan aransemen musik tiga diva. Belum ada penjelasan yang berarti dari pihak tiga diva Erwin Gutawa langsung memutus kerja sama dan melarang penggunaan aransemennya di semua konser dan lagu tiga diva. Tiga diva mati kutu karena selama ini semua arransemen dibuat oleh Erwin Gutawa.
Kembali ke pokok permasalahan. Bisakah Charlie's Angels hidup tanpa kehadiran Charlie? Buat charlie jika diharuskan hidup tanpa his angels bukanlah hal yang susah. Dia dapat dengan mudah membentuk other groups of angels. Meskipun menemukan sosok angels dengan kapasitas yang sama bukanlah perkara mudah tapi bukankah sebuah pedang berasal dari besi yang sama dengan pisau dapur tergantung empu pembuatnya. Namun bagaimana dengan the angels theirself? Bisakah mereka survive? Sungguh menarik untuk menyimak kelanjutannya.
Berita terakhir dari angels adalah mereka men-down grade image mereka sendiri. Kini mereka sudah mau tampil di panggung yang lebih manusiawi. Bukan lagi tampil di panggung kahyangan tertutup untuk para dewata kini mereka dengan berbangga hati mau tampil di tengah mall yang mudah dijangkau siapa saja. Tanpa biaya bahkan. Sudah kehilangan jati dirikah mereka sampai-sampai mereka mau "merendahkan" diri layaknya bintang yang baru kenal panggung. Ataukah ini memang strategi mereka dalam mempertahankan dan memperluas market atau istilah kasarnya usaha mereka bisa tetap survive? Akankah strategi ini lebih baik bagi mereka daripada strategi yang diterapkan oleh Charlie?
Akankah strategi mereka sukses? Pertanyaan yang menarik. Menarik karena Ini bukan hanya menjadi pembelajaran buat mereka saja tapi pembelajaran bagi kita semua. Sebuah fenomena yang akan menjawab pertanyaan akhir : Bisakah skill bisa survive tanpa ada konsep? Mari kita lihat hasil akhirnya dan kita ambil kesimpulan masing-masing.