Wednesday, January 10, 2007

Surat Pembaca mirip dengan Cerpenku

Suami Jalan Dengan Mantan

YANG terhormat Bapak Darmanto dan Ibu Nalini, saya istri berusia 38 tahun dan menikah selama 12 tahun. Dari pernikahan itu, kami mempunyai seorang anak perempuan berusia 10 tahun. Yang menjadi masalah, sudah beberapa kali saya memergoki suami berselingkuh. Pertamanya, saya pernah melihat dia bersama mantan pacarnya. Kebetulan kami dulu satu sekolah ketika SMA.

Padahal, ketika sekolah dulu dia bukan tipe cowok yang suka macam-macam. Pacarnya pun hanya satu. Memang waktu itu, mereka pernah mendapat julukan "pasangan paling cocok". Sebab, mereka berdua adalah pasangan dengan usia pacaran paling lama, yaitu dua tahun lebih delapan bulan. Mereka berpisah ketika si cewek harus pindah ke luar kota. Saat itu, suami terlihat kehilangan semangat. Saya cukup memperhatikan dia, sebab saya memang sudah menjadi secret admirer-nya. Sejak itu, suami tidak pernah lagi berhubungan dengan cewek. Sedangkan pertemuan kami terjadi karena kami bekerja di tempat yang sama. Kami berpacaran delapan bulan, hingga akhirnya dia melamar saya.

Beberapa bulan ini saya melihat perubahan dalam diri suami yang cukup berbeda. Dia terlihat menjadi lebih ceria dan bahagia. Hingga suatu hari, ada teman yang menunjukkan foto suami bersama seorang wanita sedang makan di sebuah restoran. Setelah saya perhatikan, ternyata wanita itu adalah mantan pacarnya dulu. Lalu, saya pun pernah memergoki mereka tanpa sengaja ketika saya sedang mampir membeli beberapa keperluan. Saya segera bersembunyi ketika mereka berdua melintas.

Saya jadi bimbang dengan pernikahan ini. Sikap suami di rumah tidak ada perubahan. Begitupun dengan sikapnya kepada saya. Tapi saya berpikir apa suami menyesal telah menikahi saya. Saya tidak ingin bercerai darinya Pak/Bu. Tapi apa menurut Bapak dan Ibu, cerai adalah jalan keluar terbaik bagi kami. Tolong saya, Bu Nalini dan Pak Darmanto. Terima kasih.
Myra, Lawang


Psikologi Selingkuh
Bilung bilang: "Selingkuh itu pertanda pengin tapi tak mampu tanggung jawab!" Dengan berkembangnya isu poligami seperti sekarang ini, maka selingkuh sebagai tren - mode kehidupan urban - langsung anjlok, wong orang itu kalau memang pengin mendua bisa kok. Cuma, ya itu, mesti memenuhi syarat-syaratnya. Di antaranya pasti memperoleh persetujuan dari istri pertama dengan ikhlas, berikutnya tentu bisa bersikap adil. Ini yang merepotkan, apalagi ini kan zaman kesetaraan gender, demokrasi suami-istri. Nah, daripada poligami, artinya menciptakan komitmen baru yang mesti diikuti tanggung jawab sosial-material, banyak pria yang memilih selingkuh saja.

Memang sih, seperti ujar Arswendo Atmowiloto, ada seni selingkuh dengan patokan-patokan yang cukup rumit; di antaranya: "Kalau daya ingat rendah, jangan slingkuh"; maksudnya pasti, supaya kalau ngobrol sama istri jangan sampai nyusup apa yang barusan dilakukan untuk dhemenannya. Namun, di atas segala itu, jangan pernah mengubah kebiasaan. Kalau dulu nggak biasa pergi membawa oleh-oleh untuk istri, sekarang, sesudah punya pacar (gelap) jangan berubah jadi lebih sayang sama istri dengan membawa oleh-oleh yang berharga. Ini semua bisa dilakukan oleh suami dengan jitu karena dia pacaran dengan mantan pacarnya dan si pacar juga sudah kenal sampeyan. So…

Di sini lah sampeyan diuji, kok tidak rela itu kenapa? Apakah hanya karena ideologi monogami atau karena egoisme tersamar dengan nafsu memiliki yang kuat. Atau karena khawatir suami direbut orang lain ? Wong suami baik begitu lho, jadi wajar kan kalau masih dicintai mantan pacar?! Ini perlu sampeyan renungkan kembali. Ibu Sri Mulyani bilang, jodoh cuma satu tapi bojo bisa banyak. Sampeyan tidak perlu setuju dengan pendapat Bu Sri itu, tapi ujilah, benarkah suami sampeyan itu jodoh sampeyan? Bukankah mantan pacar itu sudah merelakan diri sekadar jadi "ganjel rel", "serep"?!

Karena itu, perbaiki janjian perkawinan sampeyan. Bila janjian baru itu masih juga menjawab komitmen akan menjadi suami yang setia dalam suka dan duka, maka dia mempunyai tanggung jawab moral untuk setia "till death do us a part". Mungkinkah sampeyan menuntut tanggung jawab suami sampai ke situ?!

Seperti tutur sampeyan sendiri, sampeyan cinta suami dan tidak ingin bercerai. Karena itu, ajukan janjian nikah (sesudah diamandemen). Bagaimana bunyi rinciannya untuk menjaga agar perkawinan sampeyan tetap "sakinah, mawadah, warohmah". Yakinlah. Kesetiaan tetap merupakan nilai utama, bahkan sakral dalam setiap perkawinan.(*)

No comments: