Tanggapan pertamaku mengenai judul berita hari ini, seperti termuat di www.kompascetak.com tanggal 4 Desember 2007, adalah,"Lha kok nyimut!!!" Siapa? Yang menyebabkan apa? Kok sekarang biayanya harus ditanggung oleh pemerintah. Enak-enakan aja. Emangnya tak cukupkah pemerintah dengan uang kerukan dari kita (dibaca : pajak) dan sumber daya kita menanggung biaya dari semua bencana yang murni disebabkan oleh alam seperti tsunami aceh, gempa bumi yogya dan bencana alam laen. Mengapa bencana ini yang notabene disebabkan oleh perusahaan juga harus ditanggung jawabkan kepada pemerintah? Emangnya duit pemerintah itu duit mudah?
Kalo mau ditilik lebih lanjut adakah kaitan antara kebijakan ini dengan berita yang saya cuplik dari www.majalahtrust.com berikut :
" ABURIZAL Bakrie gundah. Ia berniat mundur dari jabatannya di kabinet—dan berkonsentrasi mengurusi masalah semburan lumpur panas yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Namun, kolega Aburizal di Partai Golkar, Jusuf Kalla, menahan niat tersebut. Wakil Presiden RI itu meminta Aburizal bertahan. Sebab, jika tidak, Aburizal bisa lebih repot menghadapi sergapan hukum atas masalah yang muncul di Porong." Benar. Yang satu adalah Menko Kesra dan yang satu adalah Wakil Presiden. Yang satu adalah mantan calon presiden golkar sebelum dihempas oleh wiranto dan yang satunya adalah ketua umum partai golkar. Dua jabatan penting di pemerintah saat ini dan jabatan penting di partai besar saat ini. Apakah hal ini juga mempengaruhi keputusan pengalihan tanggung jawab pembebanan biaya bencana dari perusahaan ke pemerintah. Apakah semudah itu biaya bisa dibebankan ke pemerintah tanpa prosedur jelas yang disebut production sharing contract dengan mekanisme cost recovery. Terus dimana letak tanggung jawabnya? Hasil bumi dikeruk tapi tanggung jawab dibebankan ke pemerintah? Tidak adil sama sekali.
Tidak adil. Apalagi kalo Anda tahu menurut sebagian orang awal dari bencana dikarenakan ingin menguasai tanah di sekitar tempat penambangan dengan harga yang murah. Sehingga warga di sekitar "dipaksa" pindah dengan bencana lumpur seperti yang tercantum di berita berikut :
"Syahdan, spekulasi itu menyebutkan bahwa semburan lumpur Lapindo sengaja dibikin untuk mengusir warga sekitar perusahaan—dan menguasai tanahnya dengan harga murah. Soalnya, tanah di sana mengandung banyak sekali cadangan gas di bawahnya.
Sayang, Aburizal sendiri belum bisa dimintai konfirmasinya mengenai masalah ini. Yang pasti, alih-alih bisa tuntas dalam waktu dekat, masalah lumpur di Sidoarjo bahkan diduga akan semakin membengkak. "
Sungguh tidak manusiawi. Hanya demi penguasaan materi semata ribuan jiwa rela dikorbankan masa depannya.
Wednesday, January 10, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
mas
1.engineer lapindo salah men"deskripsikan"cebakan lumpur sebagai cebakangas/minyak bumi
2.Dalam pengeboran untuk mengantisipasi blow out, mempermudah pengerjaan konstruksi, dll, biasanya kami memasang "casing", walaupun untuk pengeboran dangkal ( geoteknik sipil) yang hanya puluhan meter.Apalagi untuk hidrokarbon(minyak/gas).Lapindo tidak memasang casing
3.Karena tidak memasang casing. fluida memperbesar zona-zona lemah di bawah tanah (bukan gempa), ini berhubungan dengan poin 2
Post a Comment